Belum Ada Capres Peduli atas Ketidakadilan Transisi Energi di JETP

Jakarta, 20 Desember 2023 – “Februari tahun depan, masyarakat Indonesia akan memilih presiden baru, salah satu agenda yang akan harus diselesaikan oleh presiden baru Indonesia adalah transisi energi,” ujar Firdaus Cahyadi, Indonesia Team Lead Interim 350.org, “Namun ironisnya, hingga kini tidak ada calon presiden peduli terhadap skema pendanaan transisi energi JETP (Just Energy Transition Partnership),”

Bulan lalu, pemerintah baru Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP. “Ironisnya, dokumen itu tidak mencerminkan keadilan dalam transisi energi,” ujar Firdaus Cahyadi, “Komposisi pendanaan transisi energi di dalam CIPP JETP didominasi utang dari negara-negara kaya yang lebih dahulu dan besar dalam mencemari atmosfir dengan gas rumah kacanya.”

Bukan hanya itu, lanjut Firdaus Cahyadi, dalam dokumen JETP juga tidak secara khusus mengalokasikan pendanaan untuk aspek ‘Just’ (justice/keadilan). “Di KTT G20 Bali, kita semua berharap JETP akan berbeda dengan pendanaan transisi energi lainnya karena ada aspek ‘Just’ atau keadilan di dalamnya,” jelasnya, “Namun, dokumen CIPP JETP justru menunjukan bahwa aspek ‘Just’ atau keadilan itu telah dihilangkan, JETP tak lebih hanya jebakan utang baru yang mengatasnamakan transisi energi.”

Menurut Firdaus Cahyadi, dokumen CIPP JETP, yang justru mencerminkan ketidakadilan transisi energi, harus mendapatkan respon dari capres 2024. “Apakah jika mereka terpilih menjadi Presiden Indonesia akan membatalkan skema pendanaan JETP, yang tidak mencerminkan keadilan transisi energi itu atau tetap melanjutkan, tapi dengan cara yang berbeda sehingga aspek keadilannya lebih mengedepan?”, tanyanya.

Ketidakpedulian capres terhadap isu keadilan transisi energi dalam JETP, lanjut Firdaus Cahyadi, bisa saja disebabkan oleh lingkaran para capres yang masih dikelilingi orang-orang yang memiliki bisnis di industri fosil (migas dan batu bara). “Ini tentu menjadi pertanda buruk bagi agenda transisi energi yang adil kedepannya,” tegasnya, “Agenda transisi energi yang adil bukan tidak mungkin dibajak kemudian dibelokan untuk kepentingan industri fosil yang menyumbang gas rumah kaca, penyebab krisis iklim.”