DPD RI Susun RUU Perubahan UU No. 31/2004 Tentang Perikanan

Katacara, Jakarta — Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc memberi banyak masukan pada FGD Penyusunan RUU Perubahan UU No.31/2004 tentang Perikanan di Ruang Sidang FIKP, Kamis (9/3) kemarin. Acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar DPD RI bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas. Hadir pada kesempatan tersebut Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sulsel Suhartono Nurdin, S.Pi., MP., PhD., Vice President RARE Indonesia Taufiq Alimi dan Tim Ahli RUU Perikanan Akhmad Solihin, S.Pi., MH beserta sejumlah dosen dari FIKP Unhas.


Menurut Prof JJ, apa yang dilakukan DPD RI ini dengan melakukan FGD untuk membuat rancangan perubahan UU Perikanan merupakan Langkah yang sangat positif. “DPR sudah ingin melakukan perubahan secara bersama-sama dengan masyarakat dalam melakukan perbaikan pengambilan kebijakan,” ujar Rektor Unhas. Jika hal seperti ini juga terus dilakukan oleh instansi pengambil kebijakan terkait kelautan dan perikanan, menunjukkan adanya keseriusan dalam mengurus sektor kemaritiman.


Salah satu hal yang terpenting dilakukan di sektor perikanan kelautan ini adalah pendataan. Menurut Prof. JJ, data terkait sektor perikanan kelautan ini mestinya dikeluarkan oleh lembaga tertentu yang independen sehingga tidak ada konflik kepentingan. “Kalau dikeluarkan misalnya oleh KKP tentu data produksi dan ekspornya mau meningkat terus dan data potensi tetap mau banyak,” kata Pakar Kelautan dan Perikanan ini.


Dari data yang benar tersebut, lanjut Rektor, kita bisa mengambil kebijakan yang benar terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan di Indonesia. Dikatakannya, dunia internasional sesungguhnya cemburu kepada Indonesia dengan kekayaan sumber daya lautnya yang begitu menggiurkan. “Tetapi kenapa kita mengelolanya seperti sekarang ini. Belum memberikan kontribusi signifikan terhadap kemajuan bangsa,” ungkapnya.


Ia mengharapkan semoga hasil revisi UU ini nantinya bisa menunjukkan keberpihakan kepada nelayan kecil sehingga nantinya mereka bisa menjadi nelayan besar semua dengan berkembangnya industri perikanan kita.
Sementara Akhmad Solihin pada sesi sebelumnya memaparkan pentingnya FGD ini dilakukan untuk mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya agar nantinya UU Perikanan ini betul-betul up to date dan mampu menjawab tantangan pengembangan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Selain di Unhas yang mewakili wilayah Timur, lanjut Solihin, FGD juga dilakukan di Universitas Diponegoro mewakili wilayah tengah dan di Universitas Raja Ali Haji (Umrah) mewakili wilayah Barat.


Beberapa poin yang belum terungkap dalam UU Perikanan, lanjut Dosen IPB ini, seperti system logistik kelautan dan ketertelusuran ikan, system pendataan perikanan yang melibatkan banyak aktor, serta Batasan Wilayah Penangkapan Perikanan (WPP) negara Republik Indonesia yang belum jelas. (*)
Kepala Bagian Humas Unhas
Ahmad Bahar